Bolehkah berTawashul?
Allohumma
sholli wa sallim ala sayyidina Muhammad, qod dhoqot hilati, adrikni ya
rasulullah..
apakah sholawat ini boleh diamalkan?
Terus
kenapa kita meminta tolong Rasulullah?adrikni ya rasulullah?kenapa tidak
langsung ke Allah?
Saudaraku yang ku mulyakan.......
mengenai mohon pertolongan kepada
Makhluk, panjang lebar penjelasannya,
saya cuplikkan pada anda sekilas mengenai masalah ini :
Istighatsah adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka
itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah islam, pada
hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal
yang diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini
mempunyai manzilah di sisi Allah swt,
tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang
mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan
mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata, karena
seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka kehidupan dan
kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan izin
Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak bisa memberi manfaat,
dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah jatuh dalam
kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah
mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan
kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokter lah yang bisa menyembuhkan
dan tak mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi
Kodrat Allah swt untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter,
namun tak mustahil dari petani, atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam
kehidupan ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh
peradaban manusia, tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dlsb,
kesemua para pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat
dari mereka, muslim dan non muslim,
seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat
dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari
jabatan mereka, dari perjuangan mereka, cuma bedanya kalau mereka ini kita
ambil manfaatnya berupa ilmunya, namun para shalihin, para wali dan muqarrabin
kita mengambil manfaat dari imannya dan amal shalihnya, dan ketaatannya kepada
Allah.
Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh
matahari mendekat dihari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan
sementara mereka dalam keadaan itu mereka beristighatsah (memanggil nama untuk
minta tolong) kepada Adam, lalu mereka beristighatsah kepada Musa, Isa, dan
kesemuanya tak mampu berbuat apa apa, lalu mereka beristighatsah kepada Muhammad
saw” (Shahih Bukhari hadits no.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada
Shahih Muslim hadits No.194, shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan
banyak lagi hadist – hadits shahih yang Rasul saw menunjukkan ummat manusia
beristighatsah pada para Nabi dan Rasul, bahkan Riwayat Shahih Bukhari
dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh engkau adalah
ayah dari semua manusia.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku..,
pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka berIstighatsah memanggil –
manggil Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yg menceritakan ini, dan menunjukkan
beliau tak mengharamkan Istighatsah.
Maka hadits ini jelas jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw
menceritakan orang orang beristighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak
mengatakannya syirik, namun jelaslah Istighatsah di hari kiamat ternyata hanya
untuk Sayyidina Muhammad saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram
kakinya, lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yang paling kau
cintai..!”, maka berkata orang itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka
dalam sekejap hilanglah sakit keramnya (diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn
Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan sanad hasan) dan riwayat ini
pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang
yang memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas
ra yang mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana
air laut yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300km dan kekuatannya ratusan
juta ton, mereka tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga
mereka yg lari ke makam shalihin selamat, inilah bukti bahwa Istighatsah
dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau tidak lalu mengapa Allah jadikan di
makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak terlihat membentengi air
bah itu, yang itu sebagai isyarat ilahi bahwa demikianlah Allah memuliakan
tubuh yang taat pada Nya swt, tubuh tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan
benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan
sumber Rahmat dan perlindungan Nya swt kepada mereka – mereka yang berlindung
dan lari ke makam mereka.
Kesimpulannya : mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang
shalih mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas
tempat sujudnya orang – orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari
dengan mobilnya tidak selamat, mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat.
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara
perlindungan-Nya swt?, kenapa bukan orang yang hidup?, kenapa bukan gunung?,
kenapa bukan perumahan?.
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada
shalihin. (Walillahittaufiq)
Jelas bahwa larangan Allah swt menyembah pada selain Allah swt, bukan melarang
tawassul atau minta bantuan pada manusia, berbeda dengan yang dijelaskan
beberapa penentang, diantaranya Ibn Baz dalam hal ini, ia membelokkan makna
sangat jauh dari tujuan ayat, alangkah bodohnya jika pendapat semacam ini
disebut fatwa?
Perbuatan sunnah Rasul saw dibelokkan menjadi perbuatan musyrik.
Bukankah anak anak Nabi Ya’qub as (kakak kakak Nabi Yusuf as) meminta pada
ayahnya agar ayahnya beristighfar untuk mereka?, “Wahai ayah kami tolong
mintakan pengampunan pada Allah untuk kami, sungguh kami telah berbuat salah,
maka ia (Ya’qub as) berkata : Aku akan mohonkan pengampunan pada Allah untuk
kalian, sungguh Tuhanku Maha Pengampun dan Berkasih sayang” (QS. Yusuf : 97-98)
Apakah Nabi Yaqub as ini membenarkan kemusyrikan anak anaknya..?
Kenapa mereka minta diistighfari oleh ayahnya..?, kenapa berperantara pada
ayahnya..?, kenapa tidak langsung saja pada Allah..?, kenapa Allah menyebut
ayat ini dalam Alqur’an..?
Bukankah perbuatan ini ditiru oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum lalu Allah
swt memuji mereka ?, : “Ketika mereka telah berbuat dhalim atas diri mereka
sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar
pada Allah didepanmu, lalu Rasul (saw) beristighfar untuk mereka, maka mereka
akan dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan berkasih sayang” (QS. Annisa
: 64).
Al Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya menukil syarah ayat ini diriwayatkan oleh Al
Utbiy bahwa ia sedang duduk dimakam Rasul saw, lalu datang seseorang dan
berkata : “Salam sejahtera wahai Rasulullah, aku dengan firman Allah swt yang
berbunyi : “Ketika mereka telah berbuat dhalim atas diri mereka sendiri lalu
mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah
didepanmu, lalu Rasul (saw) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati
Allah Maha Menerima taubat mereka dan berkasih sayang”, dan kini aku datang
padamu wahai Nabi, beristighfar dihadapanmu atas dosa dosaku, dan minta syafaat
padamu kepada Tuhanku”.
Lalu pria itu pergi dan aku (Al Utbiy) tertidur, dan aku bermimpi Rasul saw dan
berkata : “Wahai Utbiy, kejar orang itu, katakan padanya bahwa Allah swt sudah
mengampuninya” (Tafsir Imam Ibn Katsir QS. Annisa : 64).
Riwayat ini juga diriwayatkan oleh Al Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’.
Tentunya mimpi tak bisa dipakai dalil, namun tentuya yg kita bahas adalah
perbuatan meminta pada kubur Nabi saw yg terjadi sebelum mimpi tsb, jika
perbuatan itu syirik maka Imam Al Utbiy akan menegurnya, dan Imam Ibn Katsir
akan menjelaskan bahwa minta dikuburan itu syirik, dan demikian pula Imam
Nawawi, namun justru mereka meriwayatkannya yg menunjukkan mereka mendukung hal
tsb
.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Imam Ibn Katsir adalah murid Ibn Taimiyah, dan
fatwa Imam Ibn Katsir sangat dipakai oleh para kalangan anti maulid, namun
lihat sendiri bahwa Imam Ibn Katsir ini membolehkan minta pada ahli kubur,
demikian pula Hujjatul Islam Al Imam Nawawi, dan sama sekali tak menyebutkan
bahwa perbuatan itu syirik.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga
sukses dg segala cita cita,
Wallahu a'lam
_______________
saya cuplikkan pada anda sekilas mengenai masalah ini :
Istighatsah adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah islam, pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah swt,
tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata, karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokter lah yang bisa menyembuhkan dan tak mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi Kodrat Allah swt untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter, namun tak mustahil dari petani, atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh peradaban manusia, tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dlsb, kesemua para pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat dari mereka, muslim dan non muslim,
seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari perjuangan mereka, cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya, namun para shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan amal shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.
Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh matahari mendekat dihari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan sementara mereka dalam keadaan itu mereka beristighatsah (memanggil nama untuk minta tolong) kepada Adam, lalu mereka beristighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu berbuat apa apa, lalu mereka beristighatsah kepada Muhammad saw” (Shahih Bukhari hadits no.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits No.194, shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan banyak lagi hadist – hadits shahih yang Rasul saw menunjukkan ummat manusia beristighatsah pada para Nabi dan Rasul, bahkan Riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh engkau adalah ayah dari semua manusia.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku.., pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka berIstighatsah memanggil – manggil Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yg menceritakan ini, dan menunjukkan beliau tak mengharamkan Istighatsah.
Maka hadits ini jelas jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan orang orang beristighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak mengatakannya syirik, namun jelaslah Istighatsah di hari kiamat ternyata hanya untuk Sayyidina Muhammad saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya, lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yang paling kau cintai..!”, maka berkata orang itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya (diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang yang memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas ra yang mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300km dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga mereka yg lari ke makam shalihin selamat, inilah bukti bahwa Istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak terlihat membentengi air bah itu, yang itu sebagai isyarat ilahi bahwa demikianlah Allah memuliakan tubuh yang taat pada Nya swt, tubuh tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber Rahmat dan perlindungan Nya swt kepada mereka – mereka yang berlindung dan lari ke makam mereka.
Kesimpulannya : mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang shalih mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas tempat sujudnya orang – orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan mobilnya tidak selamat, mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat.
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindungan-Nya swt?, kenapa bukan orang yang hidup?, kenapa bukan gunung?, kenapa bukan perumahan?.
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin. (Walillahittaufiq)
Jelas bahwa larangan Allah swt menyembah pada selain Allah swt, bukan melarang tawassul atau minta bantuan pada manusia, berbeda dengan yang dijelaskan beberapa penentang, diantaranya Ibn Baz dalam hal ini, ia membelokkan makna sangat jauh dari tujuan ayat, alangkah bodohnya jika pendapat semacam ini disebut fatwa?
Perbuatan sunnah Rasul saw dibelokkan menjadi perbuatan musyrik.
Bukankah anak anak Nabi Ya’qub as (kakak kakak Nabi Yusuf as) meminta pada ayahnya agar ayahnya beristighfar untuk mereka?, “Wahai ayah kami tolong mintakan pengampunan pada Allah untuk kami, sungguh kami telah berbuat salah, maka ia (Ya’qub as) berkata : Aku akan mohonkan pengampunan pada Allah untuk kalian, sungguh Tuhanku Maha Pengampun dan Berkasih sayang” (QS. Yusuf : 97-98) Apakah Nabi Yaqub as ini membenarkan kemusyrikan anak anaknya..?
Kenapa mereka minta diistighfari oleh ayahnya..?, kenapa berperantara pada ayahnya..?, kenapa tidak langsung saja pada Allah..?, kenapa Allah menyebut ayat ini dalam Alqur’an..?
Bukankah perbuatan ini ditiru oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum lalu Allah swt memuji mereka ?, : “Ketika mereka telah berbuat dhalim atas diri mereka sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah didepanmu, lalu Rasul (saw) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan berkasih sayang” (QS. Annisa : 64).
Al Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya menukil syarah ayat ini diriwayatkan oleh Al Utbiy bahwa ia sedang duduk dimakam Rasul saw, lalu datang seseorang dan berkata : “Salam sejahtera wahai Rasulullah, aku dengan firman Allah swt yang berbunyi : “Ketika mereka telah berbuat dhalim atas diri mereka sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah didepanmu, lalu Rasul (saw) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan berkasih sayang”, dan kini aku datang padamu wahai Nabi, beristighfar dihadapanmu atas dosa dosaku, dan minta syafaat padamu kepada Tuhanku”.
Lalu pria itu pergi dan aku (Al Utbiy) tertidur, dan aku bermimpi Rasul saw dan berkata : “Wahai Utbiy, kejar orang itu, katakan padanya bahwa Allah swt sudah mengampuninya” (Tafsir Imam Ibn Katsir QS. Annisa : 64).
Riwayat ini juga diriwayatkan oleh Al Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’.
Tentunya mimpi tak bisa dipakai dalil, namun tentuya yg kita bahas adalah perbuatan meminta pada kubur Nabi saw yg terjadi sebelum mimpi tsb, jika perbuatan itu syirik maka Imam Al Utbiy akan menegurnya, dan Imam Ibn Katsir akan menjelaskan bahwa minta dikuburan itu syirik, dan demikian pula Imam Nawawi, namun justru mereka meriwayatkannya yg menunjukkan mereka mendukung hal tsb
.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Imam Ibn Katsir adalah murid Ibn Taimiyah, dan fatwa Imam Ibn Katsir sangat dipakai oleh para kalangan anti maulid, namun lihat sendiri bahwa Imam Ibn Katsir ini membolehkan minta pada ahli kubur, demikian pula Hujjatul Islam Al Imam Nawawi, dan sama sekali tak menyebutkan bahwa perbuatan itu syirik.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a'lam
_______________
Jabarkan dan Lakukanlah.....
silahkan di jabarkan sendiri arti dari tulisan yang bertanda kutip
semoga rahmat ALLAH SWT Tuhan semesta alam senantiasa tercurah kepada manusia dengan Budi Pekerti paling Mulia,Muhammad Saw dan semoga rahmat tercurah pula kepada kita semua amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar